Selasa, 10 Juli 2007

PAPER
HUKUM PERKAWINAN DAN WARIS BARAT
PEMBAGIAN WARISAN

Disusun Oleh :

ICHSAN HARIS (130.2005.013)


UNIVERSITAS YARSI
FAKULTAS HUKUM
JAKARTA
2007

BAB I
PENDAHULUAN


Pengertian Hukum Waris
Hukum waris merupakan kelanjutan Hukum Keluarga, tetapi juga mempunyai segi Hukum Harta Kekayaan. Hukum waris adalah hukum harta kekayaan dalam lingkungan keluarga, karena wafatnya seseorang maka akan ada akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan antara mereka maupun antara mereka dengan pihak ketiga.

Pengaturan Hukum Waris dalam KItab Undang-Undang Hukum Perdata.
Berdasarkan pasal 528 KUH Perdata, hak mewaris diidentikkan dengan hak kebendaan, sedangkan ketentuan Pasal 584 KUH Perdata menyebutkan hak waris sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak kebendaan. Oleh karenanya dalam penempatannya dimasukkan dalam Buku II KUH Perdata (tentang benda).
Penempatan Hukum Waris dalam Buku II KUH Perdata ini menimbulkan reaksi di kalangan para ahli hukum karena mereka berpendapat bahwa dalam HUkum Waris tidak hanya tampak sebagai hukum benda saja, artinya aspek-aspek hukum lainnya pun tersangkut dalam Hukum Waris ini.
Harta peninggalan selain berupa hak-hak kebendaan yang nyata ada, dapat juga berupa tagihan-tagihan atau piutang-piutang dan dapat juga berupa sejumlah hutang-hutang yang melibatkan pihak ketiga. Dalam hal inilah tersangkut aspek Hukum Harta Kekayaan tentang Perikatan.
Menurut undang-undang syarat utama untuk tampil sebagai ahli waris adalah adanya hubungan darah, dengan demikian maka berarti pula bahwa aspek Hukum Keluarga ikut menentukan dalam Hukum Waris.
Oleh karenanya sementara ahli hukum berpendapat untuk menempatkan Hukum Waris sebagai bahan tersendiri, tidak tercakup dalam Hukum Harta Kekayaan ataupun Hukum Keluarga.
Dengan staatsblad 1917 No. 129 jo. Staatsblad 1924 No.557 Hukum Waris dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku bagi orang-orang Timur Asing Tionghoa. Dan berdasarkan staatsblad 1917 No. 12 tentang penundukkan diri terhadap Hukum Eropa, maka bagi orang-orang Indonesia dimungkinkan pula menggunakan Hukum Waris yang tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Tegasnya, Hukum Waris KUH Perdata berlaku bagi :
Orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan orang Eropa.
Timur Asing Tionghoa.
Timur Asing lainnya dan pribumi yang menundukkan diri.

BAB II
SUBYEK HUKUM WARIS

Pewaris
Setiap orang yang meninggal dengan meninggalkan harta kekayaan disebut pewaris (Erflater). Ini berarti syarat sebagai pewaris adalah adanya hak-hak dan/atau sejumlah kewajiban yang harus dipenuhi pada pihak ketiga, yang dapat dinilai dengan uang.

Ahli Waris
Orang-orang tertentu, yang secara limitatif diatur dalam KUH Perdata, yang menerima harta peninggalan ialah :
Ahli Waris yang mewaris berdasarkan kedudukan sendiri (uit eigen hoofed) atau mewaris secara langsung, misalnya jika ayah meninggal dunia, maka sekalian anak-anaknya tampil sebagai ahli waris.
Mengenai ahli waris yang tampil dalam kedudukannya sendiri ini, KUH Perdata menggolongkannya sebagai berikut :
a. Golongan Pertama
Yaitu sekalian anak-anak beserta keturunannya dalam garis lancang ke bawah.

b. Golongan Kedua
Orang tua dan saudara-saudara pewaris; pada asasnya bagian orang tua disamakan dengan bagian saudara-saudara pewaris, tetapi ada jaminan di mana bagian orang tua tidak boleh kurang dari seperempat harta peninggalan.

c. Golongan Ketiga.
Pasal 853 dan pasal 854 KUH Perdata menentukan dalam hal tidak terdapat golongan pertama dan kedua, maka harta peninggalan harus dibagi dua (kloving), setengah bagian untuk kakek-nenek pihak ayah, setengah bagian lagi untuk kakek-nenek pihak ibu.

d. Golongan Keempat.
Sanak keluarga si pewaris dalam garis menyimpang sampai derajat keenam.

Ahli Waris berdasarkan penggantian (bijplaatsvervulling), dalam hal ini disebut ahli waris tidak langsung. KUH Perdata memperinci ahli waris berdasarkan penggantian sebagai berikut :
a. Penggantian dalam garis lancing ke bawah.
Setiap anak yang meninggal lebih dahulu digantikan oleh sekalian cucu (anak-anaknya) pewaris. Dalam hal semua anak (ahli waris yang dalam kedudukannya sendiri) ternyata “onwaardig”, maka sekalian cucu-cucu pewaris tampil dalam kedudukannya sendiri, karena dalam penggantian berlaku ketentuan pasal 848 KUH Perdata.

b. Penggantian dalam garis ke samping (Zijlinie)
Tiap saudara kandung/saudara tiri yang meninggal terlebih dahulu digantikan oleh sekalian anaknya.

c. Penggantian dalam garis ke samping, juga melibatkan penggantian anggota-anggota keluarga yang lebih jauh.
Missal : Paman/keponakan, jika meninggal terlebih dahulu digantikan oleh keturunannya.

Pihak ketiga yang bukan ahli waris dapat menikmati harta peninggalan.
Dalam hal ini kemungkinannya timbul karena dalam KUHPer terdapat ketentuan tentang pihak ketiga yang bukan ahli waris, tetapi dapat menikmati harta peninggalan pewaris berdasarkan suatu testament/wasiat. Pihak ketiga tersebut dapat berupa pribadi kodrat/orang atau pribadi/perseorangan – rechts persoon.

Pihak Ketiga yang Tersangkut Dalam Warisan.
Selain ahli waris dan pewaris dalam KUHPer dikenal adanya :
1. Fidei comis,
ialah suatu pemberian warisan kepada seseorang ahli waris dengan ketentuan bahwa ia berkewajiban menyimpan warisan itu den setelah lewatnya waktu, warisan itu harus diserahkan pada orang lain. Cara pemberian warisan semacam ini oleh undang-undang disebut sebagai pemberian warisan secara melangkah.

2. Executeur testamentair,
adalah pelaksana wasiat yang ditunjuk oleh si pewaris, yang bertugas mengawasi pelaksanaan surat wasiat secara sungguh-sungguh sesuai dengan kehendak pewaris.

3. Bewindvoerder/Pengelola,
adalah seorang yang ditentukan dalam wasiat untuk mengurus kekayaan (harta peninggalan) sehingga para ahli waris/legataris hany menerima penghasilan dari harta peninggalan tersebut. Hal ini dimaksudkan agar jangan sampai kekayaan (harta peninggalan) tersebut dihabiskan dalam waktu singkat oleh para ahli waris/legataris.

v Obyek Hukum Waris
Pada prinsipnya obyek Hukum Waris adalah harta kekayaan yang dipindahtangankan dari pewaris kepada ahli waris. Harta kekayaan yang ditinggalkan tersebut berupa :
Aktiva
Yaitu sejumlah benda yang nyata ada dan/atau berupa tagihan/piutang kepada pihak ketiga. Selain itu aktiva dapat pula berupa hak immaterial (hak cipta dan sebagainya).
Passiva
Yaitu sejumlah hutang pewaris yang harus dilunasi pada pihak ketiga, maupun kewajiban lainnya (menyimpan benda orang lain dan sebagainya)
Dengan demikian berarti bahwa hak-hak dan kewajiban pewaris yang lahir dari hubungan Hukum Keluarga tidak dapat diwariskan, kecuali hak suami/ayah untuk menyangkal anaknya.

v Legitieme Portie
Adalah suatu bagian warisan tertentu yang harus diterima seorang ahli waris dari harta peninggalan yang tidak dapat diganggu gugat. Tidak semua ahli waris berhak atau legitieme portie.
Yang berhak memperoleh legitime portie ini adalah hanya ahli waris dalam garis lancing, baik ke bawah maupun ke atas. Tegasnya hak atas legitieme portie ini baru timbul apabila seorang dalam suatu keadaan sungguh-sungguh tampil ke muka sebagai ahli waris menurut undang-undang.
Dalam hal legitieme portie ada prioritas/penutupan. Misalnya jika si pewaris meninggal meninggalkan anak-anak dan cucu-cucu sebagai ahli waris golongan pertama, maka orang tua sebagai ahli waris golongan pertama, maka orang tua sebagai ahli waris golongan kedua tidak tampil ke muka sebagai ahli waris dan karenanya tidak berhak atas suatu legitieme portie.
Seorang yang berhak atas legitieme portie dinamakan “legitimaris”. Ia dapat meminta pembatalan tiap testament yang melanggar haknya tersebut dan ia berhak pula untuk menuntut supaya diadakan pengurangan (inkorting) terhadap segala macam pemberian warisan, baik yang berupa erfstelling maupun berupa legaat yang mengurangi haknya.
Peraturan mengenai legitieme portie ini oleh undang-undang dipandang sebagai suatu pembatasan hak pewaris dalam membuat testament menurut kehendak hatinya sendiri. Oleh karenanya pasal-pasal tentang legitieme portie itu dimasukkan dalam bagian tentang hak mewaris menurut wasiat (testamentair erfrecht).

Mengenai besarnya legitieme portie pasal 914 KUHPerdata menentukan sebagai berikut :
1. Dalam hal ahli waris hanya terdiri dari seorang anak sah, maka legitieme portie nya adalah ½ (separuh) dari bagian yang sebenarnya akan diperoleh dalam kedudukannya sebagai ahli waris menurut UU.
2. jika terdapat 2 orang anak sah sebagai ahli waris maka jumlah legitieme portie untuk masing-masing adalah 2/3 dari bagian yang sebenarnya akan diperoleh sebagai ahli waris menurut UU.
3. apabila ternyata ahli waris yang ada terdiratau lebih dari 3 anak sah, maka bagian masing-masing ahli waris adalah ¾ bagian yang sebenarnya yang akan diperoleh sebagai ahli waris menurut UU.

Hak atas legitieme portie dapat digantikan oleh sekalian cucu-cucu pewaris sebagai pengganti ahli waris (anak) yang telah meninggal terlebih dahulu. Adapun besarnya legitieme portie untuk ahli waris dalam garis lancing ke atas menurut pasal 915 KUHPerdata adalah separuh bagian yang seyogyanya ia peroleh dalam kedudukannya sebagai ahli waris menurut UU.
Sedangkan ketentuan pasal 916 KUHPerdata, mengatur bagian legitieme portie dari seorang anak luar kawin yang diakui yaitu separuh dari bagian yang semestinya ia perleh sebagai ahli waris menurut UU.

BAB III
HAK dan KEWAJIBAN
PEWARIS dan AHLI WARIS

Hak dan Kewajiban Pewaris
1. Hak Pewaris

Hak pewaris timbul sebelum terbukanya harta peninggalan dalam arti bahwa pewaris sebelum meninggal dunia berhak menyatakan kehendaknya dalam sebuah testament/wasiat. Isi dari testament/wasiat tersebut dapat berupa :
a.Erfstelling,
yaitu suatu penunjukkan satu/beberapa orang menjadi ahli waris untuk mendapatkan sebagian atau seluruh harta peninggalan. Orang yang ditunuk dinamakan testamentair erfgenaam (ahli waris menurut wasiat).

b.Legaat,
adalah pemberian hak kepada seseorang atas dasar testament/wasiat yang khusus. Pemberian itu dapat berupa :
a) (hak atas) satu atau beberapa benda tertentu
b) (hak atas) seluruh dari satu macam benda tertentu.
c) hak vruchtgebruik atas sebagian/seluruh warisan (pasal 957KUHPerdata)
Orang yang menerima legaat dinamakan legataris.

Bentuk testament ada tiga macam :
Openbaar Testament,
Yaitu testament yang dibuat oleh seorang notaries dengan dihadiri oleh dua orang saksi.

Olographis Testament,
Adalah testament yang ditulis oleh si calon pewaris sendiri (eigenhandig), kemudian diserahkan kepada seorang notaries untuk disimpan (gedeponeerd) dengan disaksikan oleh dua orang saksi.

Testament Rahasia,
Dibuat oleh calon pewaris tidak harus ditulis tangan, kemudian testament tersebut disegel dan diserahkan kepada seorang notaries dengan disaksikan oleh empat orang saksi.

2. Kewajiban Pewaris
Kewajiban pewaris adalah merupakan pembatasan terhadap haknya yang ditentukan oleh undang-undang. Ia harus mengindahkan adanya legitieme portie, yaitu suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan (pasal 913 KUHPerdata). Jadi legitieme portie adalah pembatasan terhadap hak si pewaris dalam membuat testament/wasiat.


B. Hak dan Kewajiban Ahli Waris
1. Hak Ahli Waris

Setelah terbuka warisan, ahli waris diberi hak untuk menentukan sikap :
a) Menerima secara penuh (zuivere aanvaarding),
Yang dapat dilakukan secara tegas atau secara lain. Dengan tegas yaitu jika penerimaan tersebut dituangkan dalam suatu akte yang memuat penerimaannya sebagai ahli waris.
Secara diam-diam, jika ahli waris tersebut melakukan perbuatan penerimaannya sebagai ahli waris dan perbuatan tersbut harus mencerminkan penerimaan terhadap warisan yang meluang, yaitu dengan mengambil, menjual atau melunasi hutang-hutang pewaris.

b) Menerima dengan reserve (hak untuk menukar) voorrecht van boedel beschrijving atau beneficiare aanvaarding.
Hal ini harus dinyatakan pada Panitera Pengadilan Negeri di tempat warisan terbuka. Akibat yang terpenting dari warisan secara beneficiare ini adalah bahwa kewajiban untuk melunasi hutang-hutang dan beban lain si pewaris dibatasi sedemikian rupa sehingga pelunasannya dibatasi menurut kekuatan warisan, dalam hal ini berarti si ahli waris tersebut tidak usah menanggung pembayaran hutang dengan kekayaan sendiri, jika hutang si pewaris lebih besar dari harta bendanya.


c) Menolak warisan.
Hal ini mungkin jika ternyata jumlah harta kekayaan yang berupa kewajiban membayar hutang lebih besar daripada hak untuk menikmati harta peninggalan. Penolakan wajib dilakukan dengan suatu pernyataan penolakan kepada Panitera Pengadilan Negeri setempat.

2. Kewajiban Ahli Waris
a) Memelihara keutuhan harta peninggalan sebelum harta peninggalan dibagi.
b) Mencari cara pembagian yang sesuai dengan ketentuan dan lain-lain.
c) Melunasi hutang pewaris jika pewaris meningalkan hutang.
d) Melaksanakan wasiat jika ada.

BAB IV
CARA PEMBAGIAN WARISAN


Setelah selesai perhitungan dan pembayaran hutang-hutang pewaris; pasal 1079 KUHPer mengatur tata cara pembagian warisan sebagai berikut :
1. Masing-masing ahli waris menerima barang tertentu dengan harga/nilai sama rata seperti misalnya seperdua harta warisan jika ahli waris hanya terdiri dari dua orang saja, seperlima jika ternyata ahli waris terdiri dari lima orang, demikian selanjutnya.
2. bila di antara para ahli waris ada yang menerima barang/harta waris lebih dari bagiannya, di pihak lain di antara ahli waris menerima kurang dari bagiannya maka ahli waris yang menerima bagian yang lebih diharuskan memebrikan sejumlah uang tunai pada yang mendapat kurang dari bagiannya.
Jika terdapat perselisihan tentang siapa di antara mereka yang mendapat barang tertentu selaku bagiannya, maka hal ini harus diundi. Apabila tidak ada kata sepakat mengenai penentuan barang-barang tertentu yang akan dibagikan kepada masing-masing ahli waris maka dapat dimintakan keputusan pengadilan negeri.
Setelah menerima penentuan barang-barang tertentu, pasal 1080 KUHPer membuka kemungkinan tukar-menukar bagian masing-masing di antara para ahli waris.
Pasal 1083 KUHPer menegaskan : apabila pembagian warisan sudah terjadi, maka masing-masing ahli waris dianggap sebagai pemilik barang yang diterimanya sejak saak pewaris meninggal.
Tentang cara pembagian warisan oleh undang-undang ditetapkan sebagai berikut:
1) Jika semua ahli waris sudah dewasa dan cakap bertindak dalam hokum dan semua ahli waris tersebut dapat hadir sendiri, maka pembagian warisan tersebut diserahkan pada kemufakatan antara mereka.
2) Jika ternyata di antara ahli waris yang ada masih terdapat anak-anak dibawah umur atau ada yang di bawah pengampuan (curatele) maka pembagin warisan harus dilakukan dengan suatu akte notaries dan dihadapkan Balai Peninggalan Harta, sebagai dasar pembagian harus dipakai harta taksiran dari semua benda warisan.
Suatu hal yang berkaitan erat dengan pembagian adalah INBRENG yaitu masalah pengembalian ke dalam boedel benda-benda yang diberikan semasa pewaris masih hidup. Pemberian semacam ini dianggap sebagai voorschot atas bagian warisannya yang akan diperhitungkan kemudian. Perhitungan ini dapat dilakukan kemudian, dengan cara mengembalikan barang-barang pada boedel warisan.
Menurut undang-undang kewajiban melakukan INBRENG tersebut ada pada para ahli waris dalam garis lancing ke bawah dengan tidak membedakan ahli waris berdasarkan undang-undang atau ahli waris atas dasar testament, juga tidak dibedakan ahli waris yang menerima secara penuh atau menerima secara beneficiare. Tetapi pewaris pun berhak pula menetukan bahwa ahli waris yang telah menerima benda-benda tertentu semasa hidup dibebaskan dari INBRENG.

Contoh Kasus :
Ahli Waris B (Bapak) C (Ibu) G (Keponakan dari garis Bapak) H (Keponakan Kandung) dan I (Keponakan dari garis Ibu). Menurut Pasal 857 jo. Pasal 854 jo. Pasal 850 adalah sebagai berikut :

HP : Harta Peninggalan : Rp 20.000.000,-
B (Bapak) memperoleh : ¼ x HP
¼ x Rp 20.000.000,- = Rp 5.000.000,-
C (Ibu) memperoleh : ¼ x HP (Pasal 854)
¼ x Rp 20.000.000,- = Rp 5.000.000,-

Sisa harta dibagi dua lebih dahulu yaitu :
½ x ½ = ¼ untuk saudara-saudara sebelah Bapak yaitu G dan H
½ x ½ = ¼ untuk saudara-saudara sebelah Ibu (H dan I)

Bagian G memperoleh : ½ x ¼ = 1/8 x HP
1/8 x Rp 20.000.000,- = Rp 2.500.000,-

Tidak ada komentar: